Capres Neolib dan Penghargaan Itu..
KABARINDOnews
-,
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) diberi
penghargaan sebagai menteri terbaik dunia di ajang World Government Summit
(WGS), di Dubai, Ahad, 11 Februari 2018. Keren? Ya iya dong. Mosok penghargaan kelas dunia kayak gini ga keren…
Di tengah makin seru (dan panasnya?) tahun politik, adalah
lazim bagi mereka yang ngebet inign berlaga mulai merapal ajian dan pasang
kuda-kuda. Dan, ini berlaku bagi siapa saja. Termasuk Sri. Adalah terlalu naif
kalau kita hanya memfokuskan perhatian pada Jokowi, Prabowo, dan Anies Baswedan
sebagai calon peserta pertarungan pada 2019.
Jokowi bakal maju lagi, itu hampir pasti. Lha wong bekuasa
itu enak. Kalau bisa dua kali, mengapa harus puas dengan sekali saja? Prabowo,
mungkin masih pikir-pikir sambil wait
and see, melihat perkembangan. Bagaimana dengan Anies? Sejumlah
pihak memang mulai menggadang-gadang dia. Tapi sejauh ini, yang bersangkutan
belum memberi isyarat apalagi pernyataan yang benderang.
Apakah Sri bakal maju sebagai capres 2019? Mengapa tidak?
Siapa yang bisa memastikan perempuan kelahiran Lampung 1962 ini tidak kebelet
ikut berlaga? Justru dibandingkan sejumlah nama lainnya, jurus-jurus yang
dimainkannya terbilang rapi-jali sekaligus maut dan mematikan.
Duduk manis
Kalau para calon sibuk menggalang kekuatan di tingkat lokal
untuk melempangkan jalan sebagai Capres, Sri tidak perlu terlalu repot-repot
begitu. Maksudnya, Sri tidak perlu wira-wiri dan belusukan ke gang-gang
becek untuk kampanye dan menebar pesona. Dia paham benar, bahwa faktor asing
(terutama Barat) selama ini terbukti cukup dominan dalam ‘menentukan’ hadirnya
Presiden di negara berkembang. Ya termasuk Indonesia kita inilah.
Tapi, hebatnya Sri, untuk urusan dukungan Barat ini dia juga
tidak tidak perlu bersibuk-sibuk ria. Dia cukup duduk manis, sambil mengikuti
arahan dalam hal kebijakan yang dikeluarkannya dari sang sutradara. Sudah ada
strategi dan program lengkap dengan event
organizer yang
bekerja untuknya. Kisah penghargaan dari dunia internasional (baca: kalangan
investor) yang bertubi-tubi sejak 2006, adalah bagian dari rencana tersebut.
Beberapa penhargaan itu antara lain dinobatkan sebagai
Menteri Keuangan terbaik Asia untuk tahun 2006 hingga 2008 oleh Emerging Markets di sela Sidang Tahunan Bank Dunia dan
IMF di Singapura . Di tahun yang sama, majalah Euromoney menyebutnya
sebagaiEuromoney
Finance Minister of the Year. Pada 2007 dan 2008, majalahEmerging
Markets memilih Sri
Mulyani sebagai Asia's
Finance Minister of The Year. Pada 2017, dia diganjar sebagai Menteri Keuangan Terbaik Se-Asia versi Finance
Asia. Dana yang
teranyar, ya itu tadi, menteri terbaik dunia oleh WGS.
Dengan guyuran penghargaan level regional dan internasional,
diharapkan pamor Sri sebagai ekonom yang mumpuni bakal terdongkrak. Ini
penting, karena siapa pun tahu, ekonomi merupakan perkara penting yang bakal
mengantarkan rakyat pada kesejahteraan. Dan, polesan itu tampaknya menangguk
sukses besar. Banyak kalangan, khususnya kalangan pasar, yang jadi gumun alias
terkagum-kagum. Kalau sudah begini, diharapkan jalan menuju Istana terbuka
lebar.
Disenangi pasar
Sri memang mencorong di kalangan pasar. Aneka penghargaan
tadi pun datang dari mereka. Tapi sekadar mengingatkan saja, yang dimaksud
dengan pasar di sini bukanlah pasar tradisional dengan para mbok bakul sayur
yang sudah menata dagangannya sejak matahari belum terbit. Jangan juga
dibayangkan pasar yang dimaksud adalah area yang umumnya becek dan pengap,
dengan hingar-bingar tawar-menawar memperebutkan seribu dua ribu perak selisih
harga oleh pembeli dan penjual. Bukan, bukan pasar yang ini.
Pasar yang memuja-muji Sri adalah lembaga keuangan
internasional seperti IMF, Bank Dunia, dan ADB. Pasar di sini adalah para
investor, baik lokal maupun, terutama, asing. Mereka inilah yang bermain dan
malang-melintang di bursa-bursa internasional. Mereka bertransaksi di paper market yang
memperdagangkan berbagai komoditas maya, yang nyaris abai dengan underlying produk
yang ditransaksikan. Mereka mendikte perekonomian dunia dari pasar-pasar maya.
Seolah-olah nasib perekonomian dunia berada di ujung-ujung jemari mereka yang
menekan kE&Y
board komputer dan
atau laptop belaka.
O, mungkin sampeyan akan bilang, penghargaan sebagai menteri
terbaik dunia kali ini datang dari World Government Summit. Artinya, sesuai
namanya, ini penghargaan dan pengakuan dari pemerintah-pemerintah dunia. Bukan
swasta, bukan pasar.
Waduh, sampeyan itu memang kurang piknik. Kalau tanya ke
pakde Google, maka diketahui WGS itu diakreditasi antara lain oleh IMF, Bank
Dunia, PBB, OECED, dan World Economic Forum (WEC). WGS juga bermitra dengan
sejumlah media penyaji informasi pasar. Di antaranya Harvard Business Review, CNN, McKinsey & Company,
danSky
News. Semua pihak yang disebut itu adalah representasi dan
pendukung mazhab ekonomi neolib. Satu mazhab yang berhamba pada pasar. Sri
adalah bagian, kalau tidak mau disebut salah satu tokoh penting, dari neolib!
Sebagai pejuang neolib yang gigih, dia terbukti banyak
memberi keuntungan kepada para majikannya. Berbagai obligasi pemerintah yang
diterbitkan sepanjang menjadi Menkeu di era Susilo Bambang Yudhoyono
(2006-2010) dan era Jokowi (2016-2017) telah memberi belasan miliaran dolar
keuntungan kepada para kreditor.
Dalam periode 2006-2010, Sri menerbitkan bond dengan yield
12,1%. Pada saat yang sama, Vietnam dan Filipina juga menerbitkan surat utang
dengan yield masing-masing 9,2 dan 8,8%. Padahal, saat iturating Indonesia lebih baik ketimbang
keduanya. Seharusnya, dengan peringkat lebih bagus, cost of money yang
ditanggung bisa lebih murah. Tapi ini tidak terjadi. Yang ada, akibat sikap
murah hatinya Sri kepada para investor, Indonesia harus membayar bunga Rp121
triliun dan US$6,7 miliar lebih mahal.
Perilaku mengobral bunga supermahal kembali dulanginya dalam
dua tahun terkahir menjadi Menkeu-nya Jokowi. Yield bond yang diterbitkannya
dikerek ke 6,16%. Sedangkan Vietnam dan Filipina hanya 4,7% dan 4,5%. Karena
ulahnya ini, lagi-lagi kayat Indonesia harus membayar bunga lebih mahal, yaitu
Rp69,3 triliun dan US$4,8 miliar.
Good girl
Kaum neolib memang sangat berkepentingan dengan akhir
perjalanan karir SMI. Itulah sebabnya apa pun mereka lakukan untuk membelanya.
Sri adalah good
girl yang banyak
menggerojok keuntungan bagi majikan neolibnya. Itu pula yang menjelaskan,
mengapa para god
fathers itu langsung
menyelamatkan ketika namanya disebut dalam persidangan skandal Bank Century
senilai Rp6,7 triliun. Tidak tanggung-tanggung, mereka mengangkat Sri menjadi
Direktur Pelaksana Bank Dunia.
Aroma penyelamatan Ani dari skandal Bank Century itu memang
menyeruak dengan tajam. Tanpa operasi tersebut, bukan mustahil dia harus
mendekam di balik juruji besi. Sebagai Menkeu, saat itu dia juga menjadi Ketua
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Nah posisinya inilah yang punya peran
penting dalam skandal Bank Century.
Jadi, Sri adalah proxy kaum neolib. Logika yang berkembang,
kalau menjadi Menkeu saja sudah sangat menguntungkan, kenapa tidak sekalian
menjadi Presiden? Apalagi dalam lebih dari tiga tahun pemerintahannya, Jokowi
dianggap lebih banyak memberi hati kepada China. Ini, tentu saja, suatu hal
yang tidak disukai para majikan neolib di Barat sana.
Goal akhir menjadi Presiden inilah yang menjadi benang merah
dari guyuran penghargaan yang dia terima dan aneka kebijakannya selama menjadi
Menkeu bagi dua Presiden. Soal parameter yang digunakan sama sekali tidak
seusai dengan fakta, itu perkara lain.
Bagaimana menjelaskan njomplang-nya
antara data-data dan fakta-fakta yang dengan parameter yang dijadikan landasan
Konsultan Ernst and Young dalam memberi penghargaan?
Soal Sri yang dianggap berhasil menurunkan angka kemiskinan
hingga 40%, misalnya. Saat menjadi Menkeu pada akhir Juli 2016, kemiskinan
penduduk Indonesia saat itu 27,7 juta atau 10,7%. Lalu, angkanya menjadi 26,6
juta orang atau 10,12% per September 2017. Turun, sih, tapi tidak sampai 4%.
Dalam periode lima tahun terakhir, data kemiskinan mencapai
28,2 juta (11,25%). Memang, turun juga. Tapi lagi-lagi hanya 5,7%. Menjadi aneh
kalau E&Y menyebut angka kemiskinan terjun hingga 40%. Dari mana
lembaga itu memungut angkanya? Dari Hong Kong? Lagi pula, ternyata panitia dari
E&Y adalah teman-teman Sri saat kuliah. So, pencitraan model begini biasa di lingkungan finance community.
Begitu juga dengan parameter berupa reducing income in equality, boosting job creation,
dan indeks transparansi. Semuanya jauh panggang dari api. Yang paling
menggelikan, E&Y menyebut Sri sukses menurunkan utang hingga 50%. Lha wong dalam
dua tahun menjadi Menkeu, utang Indonesia justru bertambah US$22 miliar dari
US$154 miliar pada 2016 menjadi US$176 miliar di awal 2018. Ini kan
superngawur. Satu-satunya pemerintahan yang berhasil menurunkan utang luar
negeri hanya terjadi di era Gus Dur.
Jangan lupa, E&Y bukanlah perusahaan yang berkompeten di
bidang penilaian tentang kemiskinan, income
gap, dan korupsi. Soal korupsi jadi porsinya Lembaga Transparansi.
Pastinya, Ernst & Young adalah satu dari big
four Kantor Akuntan
Publik (KAP) yang banyak cari kerja di Indonesia.
Jadi, buat para pendukung Jokowi, please deh
jangan naif. Kalau sampeyan-sampeyan mengelu-elukan Sri karena dianggap cocok
mendampingi Jokowi sebagai Capres pada 2019, rasanya kok kurang baca. Para
neolib itu berprinsip, kalau bisa dapat paus kenapa harus puas dengan
lumba-lumba? [AndiAbdad/KIN]
Jakarta, 13 Februari 2018
Edy Mulyadi, Direktur Program Centre for economic and Democracy Studies
(CEDeS)
No comments
Silahkan berkomentar di kolom sini :