Recent comments

Breaking News

Muchdi PR Merapat, Petahanan Tuai Kritik

Sejumlah keluarga korban dan pegiat hak asasi manusia (HAM) mengkritik kubu capres petahana Joko Widodo yang menerima dukungan mantan perwira tinggi dan pejabat intelijen, Muchdi Purwoprandjono.
KABARAINDOnews (13/02/2019)- Nama Muchdi PR dikaitkan dengan kasus pembunuhan pegiat HAM, Munir, dan ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi pada 2008.
Namun di pengadilan ia dinyatakan tak terlibat kasus Munir dan hakim mengatakan bukti-bukti yang diduga mengarahkan dirinya pada kasus tersebut dinyatakan lemah.
Sekretaris Umum Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), Zaenal Muttaqin, menyatakan Jokowi semestinya lebih selektif menerima dukungan.
"Kami dari keluarga korban sebenarnya cukup terganggu dengan adanya Muchdi dan sebetulnya Jokowi nggak butuh-butuh banget dukungan dari orang-orang yang berkasus dengan HAM," tukas Zainal Muttaqin kepada BBC News Indonesia.
Ia mengatakan para keluarga korban sudah berkomitmen tak ingin para pelanggar HAM menjadi pemegang kekuasaan negara.
Muchdi menyatakan mendukung Jokowi dalam deklarasi purnawirawan TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, di Jakarta, Minggu (10/02).
"Saya melihat Jokowi ini sudah berbuat banyak selama lima tahun. Jelas pembangunan yang kita rasakan mulai dari jalan tol, pelabuhan, bandara, industri. Dan itu selama reformasi 15 tahun tidak dilakukan oleh presiden siapa pun," kata Muchdi.
Mantan pangdam dan komandan jenderal Kopassus ini mengatakan tak yakin pesaing Jokowi di pemilihan presiden, Prabowo Subianto, mampu menandingi kinerja Jokowi.
"Prabowo itu kan kawan saya, jadi saya kira itu (pembangunan infrastruktur) tidak bisa dilakukan Prabowo dalam lima tahun ke depan," sambungnya.
Juru bicara Tim Kemenangan Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Lena Maryana Mukti, mengatakan dukungan Muchdi ke Jokowi merupakan hak setiap warga negara.
Soal Muchdi yang pernah dikaitkan dengan kasus pembunuhan Munir, Lena mengatakan Muchdi sudah dinyatakan tak bersalah oleh pengadilan.
Sehingga, dia menyimpulkan, kehadiran Muchdi "bukan beban bagi kubu Jokowi".
"Muchdi tidak dalam status proses hukum. Sehingga kami menghargai setiap aspirasi yang dilakukan untuk mendukung Jokowi. Masak menyampaikan aspirasi nggaboleh," ujar Lena.
"Jadi siapa pun yang memberikan dukungan akan kita terima dengan tangan terbuka. Apalagi punya semangat yang sama dengan kita," sambungnya.
Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini juga menyebut komitmen Jokowi-Ma'ruf Amin dalam hal penegakan HAM "tak perlu diragukan" sebab Jokowi secara personal tidak memiliki beban masa lalu "sehingga tak sulit untuk menyelesaikan kasus-kasus HAM di waktu silam".

Aset atau beban?

Ia mengklaim, dukungan dari para pegiat hak asasi manusia kepada Jokowi "tak surut" meski sejumlah jenderal yang diduga terlibat kasus pelanggaran HAM merapat ke kubu Jokowi.
Ia menyebut nama Ifdhal Kasim, mantan ketua Komnas HAM yang berada di kubu Jokowi.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego, menilai kehadiran Muchdi tak sepenuhnya merugikan kubu Jokowi.
Selain karena secara hukum ia sudah dinyatakan bebas dan tak bersalah, Muchdi juga "bisa berfungsi untuk mendulang suara"
"Karena mereka ini (purnawirawan) punya mantan anak buah yang juga sudah pensiun. Belum lagi keluarga mereka. Jadi jumlahnya kalau diklaim ada 1.000 jenderal. Dikalikan anak buahnya mulai dari perwira tinggi, menengah, pertama sampai prajurit. Ya lumayan juga," jelas Indria.
"Saya kira kalau orang pasti pegangannya hukum, legal formalnya kan Muchdi dinyatakan tak bersalah," sambungnya.
Lagipula menurut Indria, pemilih muda banyak yang tidak mengetahui masa lalu Muchdi termasuk peristiwa pembunuhan aktivis Munir.
Sehingga, tak terlalu merugikan jika Jokowi ingin merangkulnya.
"Makin ke sini, makin banyak yang permisif terhadap kasus HAM kan. Pemilih muda juga banyak yang tidak mengerti konteks kasus itu."
Indria mengamati langkah Muchdi bergabung dengan kubu Jokowi tak lepas dari ajakan para seniornya seperti Hendropriyono dan Luhut Panjaitan.
"Saya kira kayak itu kutu loncat, karena banyak temannya (di kubu Jokowi) dan mungkin merasa feel like home. Sementara di Gerindra suasananya kayak di kesatuan, nggak berubah," katanya.

No comments

Silahkan berkomentar di kolom sini :